Senin, 21 Mei 2012 | By: rahmi

NASEHAT YANG JITU


Pada suatu hari Ibrahim bin Adham didatangi oleh seorang lelaki yang gemar melakukanmaksiat. Lelaki tersebut bernama Jahdar bin Rabi'ah. Ia meminta nasehat kepada Ibrahimagar ia dapat menghentikan perbuatan maksiatnya.Ia berkata, "Ya Aba Ishak, aku ini seorang yang suka melakukan perbuatan maksiat. Tolongberikan aku cara yang ampuh untuk menghentikannya!"Setelah merenung sejenak, Ibrahim berkata, "Jika kau mampu melaksanakan lima syarat yangkuajukan, aku tidak keberatan kau berbuat dosa."Tentu saja dengan penuh rasa ingin tahu yang besar Jahdar balik bertanya, "Apa saja syarat-syarat itu, ya Aba Ishak?""Syarat pertama, jika engkau melaksanakan perbuatan maksiat, janganlah kau memakanrezeki Allah," ucap Ibrahim.Jahdar mengernyitkan dahinya lalu berkata, "Lalu aku makan dari mana? Bukankah segalasesuatu yang berada di bumi ini adalah rezeki Allah?""Benar," jawab Ibrahim dengan tegas. "Bila engkau telah mengetahuinya, masih pantaskahengkau memakan rezeki-Nya, sementara Kau terus-menerus melakukan maksiat danmelanggar perintah-perintahnya?""Baiklah," jawab Jahdar tampak menyerah. "Kemudian apa syarat yang kedua?""Kalau kau bermaksiat kepada Allah, janganlah kau tinggal di bumi-Nya," kata Ibrahim lebihtegas lagi.
Syarat kedua membuat Jahdar lebih kaget lagi. "Apa? Syarat ini lebih hebat lagi. Lalu akuharus tinggal di mana? Bukankah bumi dengan segala isinya ini milik Allah?""Benar wahai hamba Allah. Karena itu, pikirkanlah baik-baik, apakah kau masih pantasmemakan rezeki-Nya dan tinggal di bumi-Nya, sementara kau terus berbuat maksiat?" tanyaIbrahim."Kau benar Aba Ishak," ucap Jahdar kemudian. "Lalu apa syarat ketiga?" tanya Jahdardengan penasaran."Kalau kau masih bermaksiat kepada Allah, tetapi masih ingin memakan rezeki-Nya dantinggal di bumi-Nya, maka carilah tempar bersembunyi dari-Nya."Syarat ini membuat lelaki itu terkesima. "Ya Aba Ishak, nasihat macam apa semua ini? Manamungkin Allah tidak melihat kita?""Bagus! Kalau kau yakin Allah selalu melihat kita, tetapi kau masih terus memakan rezeki-Nya, tinggal di bumi-Nya, dan terus melakukan maksiat kepada-Nya, pantaskah kaumelakukan semua itu?" tanya Ibrahin kepada Jahdar yang masih tampak bingung danterkesima. Semua ucapan itu membuat Jahdar bin Rabi'ah tidak berkutik danmembenarkannya."Baiklah, ya Aba Ishak, lalu katakan sekarang apa syarat keempat?""Jika malaikat maut hendak mencabut nyawamu, katakanlah kepadanya bahwa engkau belummau mati sebelum bertaubat dan melakukan amal saleh."Jahdar termenung. Tampaknya ia mulai menyadari semua perbuatan yang dilakukannya selamaini. Ia kemudian berkata, "Tidak mungkin... tidak mungkin semua itu aku lakukan.""Wahai hamba Allah, bila kau tidak sanggup mengundurkan hari kematianmu, lalu dengan caraapa kau dapat menghindari murka Allah?"Tanpa banyak komentar lagi, ia bertanya syarat yang kelima, yang merupakan syarat terakhir.Ibrahim bin Adham untuk kesekian kalinya memberi nasihat kepada lelaki itu."Yang terakhir, bila malaikat Zabaniyah hendak menggiringmu ke neraka di hari kiamat nanti, janganlah kau bersedia ikut dengannya dan menjauhlah!"Lelaki itu nampaknya tidak sanggup lagi mendengar nasihatnya. Ia menangis penuhpenyesalan. Dengan wajah penuh sesal ia berkata, "Cukup…cukup ya Aba Ishak! Jangan kauteruskan lagi. Aku tidak sanggup lagi mendengarnya. Aku berjanji, mulai saat ini aku akanberistighfar dan bertaubat nasuha kepada Allah."Jahdar memang menepati janjinya. Sejak pertemuannya dengan Ibrahim bin Adham, iabenar-benar berubah. Ia mulai menjalankan ibadah dan semua perintah-perintah Allahdengan baik dan khusyu'.Ibrahim bin Adham yang sebenarnya adalah seorang pangeran yang berkuasa di Balakh itumendengar bahwa di salah satu negeri taklukannya, yaitu negeri Yamamah, telah terjadipembelotan terhadap dirinya. Kezaliman merajalela. Semua itu terjadi karena ulah gubernur yang dipercayainya untuk memimpin wilayah tersebut.
Selanjutny, Ibrahim bin Adham memanggil Jahdar bin Rabi'ah untuk menghadap. Setelah iamenghadap, Ibrahim pun berkata, "Wahai Jahdar, kini engkau telah bertaubat. Alangkahmulianya bila taubatmu itu disertai amal kebajikan. Untuk itu, aku ingin memerintahkanengkau untuk memberantas kezaliman yang terjadi di salah satu wilayah kekuasaanku."Mendengar perkataan Ibrahim bin Adham tersebut Jahdar menjawab, "Wahai Aba Ishak,sungguh suatu anugrah yang amat mulia bagi saya, di mana saya bisa berbuat yang terbaikuntuk umat. Dan tugas tersebut akan saya laksanakan dengan segenap kemampuan yangdiberikan Allah kepada saya. Kemudian di wilayah manakah gerangan kezaliman itu terjadi?"Ibrahim bin Adham menjawab, "Kezaliman itu terjadi di Yamamah. Dan jika engkau dapatmemberantasnya, maka aku akan mengangkat engkau menjadi gubernur di sana."Betapa kagetnya Jahdaar mendengar keterangan Ibrahim bin Adham. Kemudian ia berkata,"Ya Allah, ini adalah rahmat-Mu dan sekaligus ujian atas taubatku. Yamamah adalah sebuahwilayah yang dulu sering menjadi sasaran perampokan yang aku lakukan dengan gerombolanku.Dan kini aku datang ke sana untuk menegakkan keadilan. Subhanallah, Maha Suci Allah atassegala rahmat-Nya."Kemudian, berangkatlah Jahdar bin Rabi'ah ke negeri Yamamah untuk melaksanakan tugasmulia memberantas kezaliman, sekaligus menunaikan amanah menegakkan keadilan. Padaakhirnya ia berhasil menunaikan tugas tersebut, serta menjadi hamba Allah yang taat hinggaakhir hayatnya.

RASA KASIH TERLIHAT DALAM MATA


 Kamis, 21 Muharram 1423/ 4 April 2002
Sore itu adalah sore yang sangat dingin di Virginia bagian utara, berpuluh-puluh tahun yanglalu. Janggut si orang tua dilapisi es musim dingin selagi ia menunggu tumpanganmenyeberangi sungai. Penantiannya seakan tak berakhir. Tubuhnya menjadi mati rasa dankaku akibat angin utara yang dingin.Samar-samar ia mendengar irama teratur hentakan kaki kuda yang berlari mendekat di atas jalan yang beku itu. Dengan gelisah iamengawasi beberapa penunggang kuda memutaritikungan.Ia membiarkan beberapa kuda lewat, tanpa berusaha untuk menarik perhatian. Lalu, satu lagilewat, dan satu lagi. Akhirnya, penunggang kuda yang terakhir mendekati tempat si orang tua yang duduk seperti patung salju.Saat yang satu ini mendekat, si orang tua menangkap mata si penunggang...dan ia pun berkata,"Tuan, maukah anda memberikan tumpangan pada orang tua ini ke seberang ? Kelihatannyatak ada jalan untuk berjalan kaki."Sambil menghentikan kudanya, si penunggang menjawab, "Tentu. Naiklah." Melihat si orangtua tak mampu mengangkat tubuhnya yang setengah membeku dari atas tanah, si penunggangkuda turun dan menolongnya naik ke atas kuda.Si penunggang membawa si orang tua itu bukan hanya ke seberang sungai, tapi terus ketempat tujuannya, yang hanya berjarak beberapa kilometer. Selagi mereka mendekati pondokkecil yang nyaman, rasa ingin tahu si penunggang kuda atas sesuatu, mendorongnya untukbertanya,"Pak, saya lihat tadi bapak membiarkan penunggang2 kuda lain lewat, tanpa berusaha memintatumpangan. Saya ingin tahu kenapa pada malam musim dingin seperti ini Bapak mau menunggudan minta tolong pada penunggang terakhir. Bagaimana kalau saya tadi menolak danmeninggalkan bapak di sana?"Si orang tua menurunkan tubuhnya perlahan dari kuda, memandang langsung mata sipenunggang kuda dan menjawab, "Saya sudah lama tinggal di daerah ini. Saya rasa saya cukupkenal dengan orang."Si orang tua melanjutkan, "Saya memandang mata penunggang yang lain, dan langsung tahubahwa di situ tidak ada perhatian pada keadaan saya. Pasti percuma saja saya mintatumpangan.Tapi waktu saya melihat matamu, kebaikan hati dan rasa kasihmu terasa jelas ada padadirimu. Saya tahu saat itu juga bahwa jiwamu yang lembut akan menyambut kesempatanuntuk memberi saya pertolongan pada saat saya membutuhkannya."Komentar yang menghangatkan hati itu menyentuh si penunggang kuda dengan dalam. "Sayaberterima kasih sekali atas perkataan bapak", ia berkata pada si orang tua. "Mudah-mudahansaya tidak akan terlalu sibuk mengurus masalah saya sendiri hingga saya gagal menanggapikebutuhan orang lain

SEBUTIR KORMA PENJEGAL DO’A


Kamis, 29 Dzulhijjah 1422/ 14 Maret 2002Usai menunaikan ibadah haji, Ibrahim bin Adham berniat ziarah ke mesjidil Aqsa. Untukbekal di perjalanan, ia membeli 1 kg kurma dari pedagang tua di dekat mesjidil Haram.Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, Ibrahim melihat sebutir kurma tergeletak didekattimbangan. Menyangka kurma itu bagian dari yang ia beli, Ibrahim memungut danmemakannya. Setelah itu ia langsung berangkat menuju Al Aqsa.4 Bulan kemudian, Ibrahim tiba di Al Aqsa. Seperti biasa, ia suka memilih sebuah tempatberibadah pada sebuah ruangan dibawah kubah Sakhra. Ia shalat dan berdoa khusuk sekali.Tiba tiba ia mendengar percakapan dua Malaikat tentang dirinya."Itu, Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang zuhud dan wara yang doanya selalu dikabulkanALLAH SWT," kata malaikat yang satu."Tetapi sekarang tidak lagi. doanya ditolak karena 4 bulan yg lalu ia memakan sebutir kurma yang jatuh dari meja seorang pedagang tua di dekat mesjidil haram," jawab malaikat yangsatu lagi.Ibrahim bin adham terkejut sekali, ia terhenyak, jadi selama 4 bulan ini ibadahnya,shalatnya, doanya dan mungkin amalan-amalan lainnya tidak diterima oleh ALLAH SWT gara-gara memakan sebutir kurma yang bukan haknya. "Astaghfirullahal adzhim" ibrahimberistighfar.Ia langsung berkemas untuk berangkat lagi ke Mekkah menemui pedagang tua penjual kurma.Untuk meminta dihalalkan sebutir kurma yang telah ditelannya.Begitu sampai di Mekkah ia langsung menuju tempat penjual kurma itu, tetapi ia tidakmenemukan pedagang tua itu melainkan seorang anak muda. "4 bulan yang lalu saya membelikurma disini dari seorang pedagang tua. kemana ia sekarang ?" tanya ibrahim."Sudah meninggal sebulan yang lalu, saya sekarang meneruskan pekerjaannya berdagangkurma" jawab anak muda itu."Innalillahi wa innailaihi roji'un, kalau begitu kepada siapa saya meminta penghalalan ?".Lantas ibrahim menceritakan peristiwa yg dialaminya, anak muda itu mendengarkan penuhminat. "Nah, begitulah" kata ibrahim setelah bercerita, "Engkau sebagai ahli waris orangtuaitu, maukah engkau menghalalkan sebutir kurma milik ayahmu yang terlanjur ku makan tanpaizinnya?"."Bagi saya tidak masalah. Insya ALLAH saya halalkan. Tapi entah dengan saudara-saudarasaya yang jumlahnya 11 orang. Saya tidak berani mengatas nama kan mereka karena merekamempunyai hak waris sama dengan saya.""Dimana alamat saudara-saudaramu ? biar saya temui mereka satu persatu”