Senin, 21 Mei 2012 | By: rahmi

RASA KASIH TERLIHAT DALAM MATA


 Kamis, 21 Muharram 1423/ 4 April 2002
Sore itu adalah sore yang sangat dingin di Virginia bagian utara, berpuluh-puluh tahun yanglalu. Janggut si orang tua dilapisi es musim dingin selagi ia menunggu tumpanganmenyeberangi sungai. Penantiannya seakan tak berakhir. Tubuhnya menjadi mati rasa dankaku akibat angin utara yang dingin.Samar-samar ia mendengar irama teratur hentakan kaki kuda yang berlari mendekat di atas jalan yang beku itu. Dengan gelisah iamengawasi beberapa penunggang kuda memutaritikungan.Ia membiarkan beberapa kuda lewat, tanpa berusaha untuk menarik perhatian. Lalu, satu lagilewat, dan satu lagi. Akhirnya, penunggang kuda yang terakhir mendekati tempat si orang tua yang duduk seperti patung salju.Saat yang satu ini mendekat, si orang tua menangkap mata si penunggang...dan ia pun berkata,"Tuan, maukah anda memberikan tumpangan pada orang tua ini ke seberang ? Kelihatannyatak ada jalan untuk berjalan kaki."Sambil menghentikan kudanya, si penunggang menjawab, "Tentu. Naiklah." Melihat si orangtua tak mampu mengangkat tubuhnya yang setengah membeku dari atas tanah, si penunggangkuda turun dan menolongnya naik ke atas kuda.Si penunggang membawa si orang tua itu bukan hanya ke seberang sungai, tapi terus ketempat tujuannya, yang hanya berjarak beberapa kilometer. Selagi mereka mendekati pondokkecil yang nyaman, rasa ingin tahu si penunggang kuda atas sesuatu, mendorongnya untukbertanya,"Pak, saya lihat tadi bapak membiarkan penunggang2 kuda lain lewat, tanpa berusaha memintatumpangan. Saya ingin tahu kenapa pada malam musim dingin seperti ini Bapak mau menunggudan minta tolong pada penunggang terakhir. Bagaimana kalau saya tadi menolak danmeninggalkan bapak di sana?"Si orang tua menurunkan tubuhnya perlahan dari kuda, memandang langsung mata sipenunggang kuda dan menjawab, "Saya sudah lama tinggal di daerah ini. Saya rasa saya cukupkenal dengan orang."Si orang tua melanjutkan, "Saya memandang mata penunggang yang lain, dan langsung tahubahwa di situ tidak ada perhatian pada keadaan saya. Pasti percuma saja saya mintatumpangan.Tapi waktu saya melihat matamu, kebaikan hati dan rasa kasihmu terasa jelas ada padadirimu. Saya tahu saat itu juga bahwa jiwamu yang lembut akan menyambut kesempatanuntuk memberi saya pertolongan pada saat saya membutuhkannya."Komentar yang menghangatkan hati itu menyentuh si penunggang kuda dengan dalam. "Sayaberterima kasih sekali atas perkataan bapak", ia berkata pada si orang tua. "Mudah-mudahansaya tidak akan terlalu sibuk mengurus masalah saya sendiri hingga saya gagal menanggapikebutuhan orang lain

0 komentar:

Posting Komentar